MADINATULIMAN.COM – Perhatian para ulama terhadap ibadah puasa nampak dari pembahasan detail mereka yang berkaitan dengan puasa, termasuk dalam hal-hal yang membatalkan puasa dan tidak membatalkan puasa.
Salah satunya pembahasan tentang dahak, sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Hasan ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Salim al-Kaf dalam karyanya Al-Taqrirat al-Sadidah fi al-Masail al-Mufidah.
Hukum al-nukhamah (dahak) dan semacamnya, dalam hal ini tafshil (terperinci penjelasannya) : Pertama, apabila dahak sampai pada batas dhahir (batas luar), kemudian menelannya kembali maka batal puasanya. Sebab telah sampai pada batas luar, berbeda halnya bila mengalir dengan sendirinya dan sulit mengeluarkannya maka tidak batal puasa karena udzur (sulit mengeluarkannya). Demikian juga jika tidak sampai pada batas luar.
Kedua, apabila dahak sampai pada batas batin (batas dalam) kemudian menelannya maka tidak batal puasanya.
Haddud dhahir (batas luar) yang dimaksud adalah tempat keluarnya (makhraj) huruf kha’ (Ø®). Sedangkan haddul bathin (batas dalam) adalah tempat keluarnya huruf Ha’ (هـ). Ulama berbeda pendapat tentang makhraj huruf Ha’ (Ø). Menurut Imam An-Nawawi, itu termasuk batas luar sehingga bisa membatalkan puasa bila menelan dahak ketika sudah sampai ke tempat makhraj tersebut. Sedangkan menurut Imam Ar-Rafi’i, itu termasuk batas dalam, maka puasa tidak batal meskipun sampai ke tempat tersebut.
[4bd]